Sunday, June 21, 2009

Adakah Amalan Khusus di Bulan Rejab?
Jauhnya sebahagian umat Islam dari ajaran agamanya mengakibatkan mereka tak mampu membedakan antara ajaran agama atau bukan. Sesuatu yang merupakan ajaran agama terkadang dipandang bukan ajaran agama. Sebaliknya, sesuatu yang bukan ajaran agama justru dipandang sebagai ajaran agama.
Di sinilah peranan ilmu syar'i sangat penting dan menentukan, sehingga seseorang tak salah dalam mengklasifikasikan suatu persoalan, ushuliyah kah (pokok/prinsip) atau tergolong masalah furu'iyah (cabang) yang di dalamnya terbuka pintu ijtihad dan perbedaan pendapat.
Di sisi lain, ada beberapa persoalan yang secara jelas termasuk yang diada-adakan dalam agama ini yang seharusnya ditinggalkan karena tidak berdasarkan dalil yang jelas dan tegas, tetapi diamalkan oleh sebahagian besar umat Islam
Dalam hal ini ada dua kemungkinan, iaitu:
§ Pertama, kemungkinan mereka melakukan amalan tersebut kerana tidak tahu bahawa hal itu tidak ada contoh dan tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga menganggapnya sebagai ajaran agama.
§ Kedua, mengetahui bahawa hal itu sebagai perbuatan yang tidak ada dasar dan dalilnya, tetapi dengan berbagai dalih dan kebenaran yang dipaksakan, mereka melakukan perbuatan tersebut, sehingga semakin memantapkan orang-orang awam bahawa hal itu merupakan ajaran agama yang harus diamalkan.
Padahal, Allah Ta’ala tidak menerima amalan seseorang, kecuali yang memang merupakan ajaran agama dan dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Baginda bersabda,"Barangsiapa melakukan suatu amalan tidak atas perintahku maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim).
Ajaran Yang Tidak Ada Perintah Dari Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam, Tapi Membudaya Dan Diamalkan Umat.
Di antara persoalan yang termasuk tidak ada contoh dan tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi kebanyakan umat Islam melakukannya adalah memilih bulan Rejab untuk melakukan ibadah-ibadah khusus, misalnya puasa sebulan penuh atau sebagiannya, dan meyakininya memiliki keutamaan yang besar. Atau -dan ini turun temurun sejak nenek moyang- menyelenggarakan peringatan Isra' Mi'raj pada malam 27 Rejab atau malam lain di bulan tersebut.
Biasanya, peringatan Isra' Mi'raj itu diselenggarakan di dalam masjid. Masyarakat yang hadir dalam peringatan tersebut dari berbagai kalangan . Dari orang-orang awam, ulama hingga pegawai kerajaan.
Kerana sangat semarak dan ramainya peringatan Isra' Mi'raj tersebut, kadang-kadang umat Islam yang hadir lupa bahawa mereka sedang berada di rumah Allah Ta’ala. Akhirnya tak terhindarkan lagi bercampurnya kebenaran dan kebatilan dalam masjid tersebut, sehingga masjid itu berubah fungsinya menjadi tempat keramaian dan bersenang-senang/ hiburan.
Masjid-masjid itu boleh dan sah diadakan berbagai pertemuan yang diselenggarakan di dalamnya, jika berupa majlis ta'lim, mengaji kandungan al-Qur'an al-Karim atau halaqah ilmu-ilmu agama, berdzikir kepada Allah ‘azza wajalla, memusyawarahkan perkara-perkara yang bermanfaat bagi umat dan lain-lain yang masih dalam kerangka beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.
Masjid bukan tempat peringatan dan pertemuan yang tujuannya sempit dan terbatas, tanpa memperdulikan apakah hal tersebut diridhai Allah Ta’ala atau dimurkaiNya.
Dan perlu kita ketahui, sesungguhnya acara-acara penyelenggaraan peringatan Isra' Mi'raj tersebut tidaklah pernah diperintahkan dan dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Biasanya orang-orang datang dalam peringatan Isra' Mi'raj tersebut untuk mendengar beberapa hal:
§ Pertama: Pembacaan ayat-ayat suci al-Qur'an dari seorang qari' terkenal dengan suara meliuk-liuk yang boleh diduga agar –(wallahu a'lam)- mendapatkan simpati dan kekaguman dari para pendengarnya.
§ Kedua: Mendengarkan ceramah agama, yang biasanya oleh seorang yang dikenal pandai melucu di selang-seli ceramahnya. Atau oleh orang yang pandai berkomunikasi dengan para pendengarnya. Adapun kriteria kadar keilmuan dan kewara'an sang penceramah merupakan sesuatu yang hampir terlupakan.
Acara-acara di atas menelan biaya yang cukup besar, bahkan ada yang hingga ribuan ringgit. Dan, bila acara tersebut terselenggara dengan baik, peringatan Isra' Mi'raj pun dianggap berjaya.
Orang-orang awam menganggap bawah itulah agama, itulah ajaran Islam. Dan mungkin sebahagian mereka beranggapan, asal telah menyelenggarakan berbagai acara tersebut, bererti mereka telah menunaikan kewajiban agama.
Tidak sedikit mereka yang percaya dengan upacara peringatan-peringatan itu tidak menjaga solatnya, berbalikan dengan semangat mereka menyelenggarakan berbagai macam peringatan tersebut. Bahkan tak jarang di antara mereka ada yang datang ke masjid hanya sekali dalam seminggu kerana harus melaksanakan solat Jumaat.
Ini adalah keawaman umat Islam. Kerana itu kewajiban para ulama pewaris para Nabi menerangkan ajaran Islam kepada umatnya tanpa menyimpangkannya atau menghiasai kebenaran dengan kebatilan, dengan maksud untuk lebih menarik simpati dan mendapatkan banyak pengikut.
Perkara lain yang tidak ada contoh dan tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di bulan Rejab adalah -ini biasanya dilakukan oleh sebahagian wanita muslimah- ziarah kubur pada hari Khamis,minggu pertama dari bulan Rejab. Dalam ziarah tersebut mereka membawa berbagai makanan lazat, buah-buahan segar dan minuman yang serba enak. Berbagai bawaan itu mereka bahagi-bagikan kepada orang-orang yang sedang berkerumun di kuburan. Dan, sebahagiannya membacakan al-Qur'an di beberapa sudut pekuburan. Perbuatan yang mereka anggap baik itu, justeru menjerumuskan mereka pada lumpur dosa.
§ Pertama: Mereka menyiapkan dirinya mendapat laknat Allah Ta’ala, kerana sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan buruk atas para wanita yang berziarah kubur, sebagaimana dalam sabda baginda,"Allah Ta’ala melaknat para wanita yang berziarah kubur, mereka yang membangun masjid-masjid di atasnya, dan meneranginya dengan lampu-lampu." (HR. Abu Daud dan lainnya, Ahmad Syakir berkata, hadits hasan).
§ Kedua: Membahagi-bagikan sedekah di kuburan akan membuat fitnah kepada manusia, sebab mereka akan berebut pergi ke lokasi-lokasi kuburan tempat pembahagian sedekah. Lalu apa pula landasan para wanita tersebut, sehingga harus mengkhususkan membahagi-bagikan sedekah di kuburan? Apakah sedekah hanya diterima jika dibahagi-bagikan di kuburan? Padahal Allah Ta’ala akan menerima setiap sedekah, asalkan dikeluarkan dengan ikhlas, bila-bila masa dan di mana pun sedekah itu dikeluarkan.
§ Ketiga: Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur'an sebagai peringatan bagi orang-orang hidup. Benar bahawa di dalam Al-Qur'an terdapat doa-doa yang berfaedah untuk pembacanya, yang merenungkan dan memahami isinya. Tetapi bukan untuk orang-orang yang telah mati. Apa manfaat pembacaan ayat atau surah yang berisi tentang peringatan akan adzab Allah, kisah-kisah masa lalu, ayat-ayat hukum dalam soal harta waris, talak, nikah, jihad, amar ma'ruf dan nahi mungkar kepada orang yang telah meninggal dunia?
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan orang yang telah meninggal dan memohonkannya ampun kepada Allah Ta’ala. Tetapi beliau tidak membacakan al-Qur'an atas mayit tersebut.
Adapun puasa pada bulan Rejab, dibolehkan selama merupakan kebiasaan orang yang melakukannya. Seperti bagi yang terbiasa melakukan puasa Isnin-Khamis, atau puasa tiga hari pada 13, 14 dan 15 setiap bulan Hijrah.

Hadits-hadits Palsu dan Tidak Shahih Berkenaan Bulan Rejab
Di antara hadits-hadits dha’if (lemah) dan maudhu' (palsu) yang sering dijadikan pegangan untuk amalan-amalan tertentu pada bulan Rajab adalah:
"Rejab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku." Diriwayatkan secara mursal oleh Abu al-Fatah bin Abi al-Fawaris, dalam “Amaliyah” (Hadits dha’if, lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits no. 3094, karya al-Albani).
"Sesungguhnya di Syurga terdapat sungai yang dinamakan sungai Rejab. Airnya lebih putih daripada susu, (rasanya) lebih manis daripada madu. Barangsiapa puasa sehari dari bulan Rejab, maka Allah akan memberinya minum dari sungai tersebut." Diriwayatkan oleh Syairazi dalam Alqab (hadits maudhu', lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits no. 1902, karya al-Albani).
"Barangsiapa puasa tiga hari dalam bulan haram (yakni hari) Khamis, Jumaat dan Sabtu, maka Allah menuliskan untuknya (pahala) ibadah (selama) dua tahun." (Hadits dha’if, lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits no. 5649, karya al-Albani).
"Keutamaan bulan Rejab atas segenap bulan lain seperti keutamaan al-Qur'an atas segenap perkataan (manusia)." Ibnu Hajar berkomentar, hadits ini maudhu'. (Lihat: Kitab “Kasyfu al-Khafa’ 2/110, karya al-Ajaluni).
Mengkhususkan puasa pada bulan Rejab dan Sya'ban, sama sekali tidak berdasarkan pada dalil. Diriwayatkan bahwa Umar radhiallahu ‘anhu memukul orang yang berpuasa pada bulan Rejab. Selanjutnya beliau berkata, “Rejab adalah bulan yang sangat diagung-agungkan oleh orang-orang Jahiliyah.”(Shahih. Lihat: “al-Irwa’, hal. 957, karya al-Albani).
Ibnu Hajar berkata, “Tidak ada satupun hadits shahih tentang keutamaan bulan Rejab, serta mengkhususkan puasa pada hari tertentu di dalamnya, juga tidak qiyamullail pada malam tertentu, yang boleh dijadikan dalil dalam masalah tersebut (Lihat: “Tabyinu al-’Ajab, hal.21, karya Ibnu Hajar).
Dalil Palsu Mereka Berkenaan Bulan Rejab
Adapun hadits-hadits maudhu' yang mereka jadikan dalil amalan mereka memang banyak. Untuk menjelaskan ketidak benaran dalil mereka, asy-Syaukani dalam “al-Fawaid al-Majmu'ah Fi al-Ahadits al-Maudhu-'ah” menyebutkan beberapa dalil mereka di antaranya:
§ "Perbanyaklah istighfar di bulan Rejab, kerana sesungguhnya pada setiap saat daripadanya, Allah Ta’ala memerdekakan beberapa orang dari (adzab) Neraka." (Hadits maudhu').
§ "Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rejab dan melakukan qiyamullail pada suatu malam saja, nescaya Allah Ta’ala akan mengutus padanya pengaman pada hari Kiamat." (Hadits maudhu').
§ "Barangsiapa melakukan qiyamullail semalam dari bulan Rejab dan berpuasa sehari daripadanya, niscaya Allah Ta’ala akan memberinya makan dari buah-buahan Syurga." (Hadits maudhu').
§ "Rejab adalah bulan Allah Ta’ala yang paling baik untuk berpuasa, kerana Dia mengkhususkannya untuk diriNya. Barangsiapa berpuasa sehari daripadanya kerana iman dan mencari ridha Allah subhanahu wata’ala, niscaya ia akan mendapatkan keridhaanNya." (Hadits maudhu').
Dari berbagai huraian di atas, jelaslah bahawa pengkhususan bulan Rejab untuk berbagai amalan dan ibadah tertentu bukanlah tuntunan dan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Cukuplah kita beribadah dan melakukan amalan sesuai dengan petunjuk dan tuntunan baginda.

(Redaksi Buletin an-Nur)
Sumber: Majalah Tauhid - Syaikh Muhammad Ali Abdur Rahim.

Friday, June 5, 2009

Taqarrub, Meraih Cinta Allah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dia berkata, "Telah bersabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , "Sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, "Barang siapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya. Tidak ada bentuk taqarrub seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai dibanding (mengerjakan) apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan terus menerus seorang hamba bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Ku dengan nawafil (amalan sunnah) sehingga Aku mencintainya. Dan jika Aku mencintai nya maka Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang dia melihat dengannya, menjadi tangannya yang dia gunakan memukul, serta menjadi kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku maka Aku pasti memberinya, dan jika dia minta tolong kepada-Ku nescaya Aku pasti menolongnya." (HR al-Bukhari)
Tinjauan Rawi
Dia adalah sayyidul huffazh seorang shahabat yang mulia Abu Hurairah Radhiallaahu anhu. Nama asli beliau dan ayahnya diperselisihkan oleh banyak kalangan, namun yang paling rajih (kuat) adalah Abdur Rahman bin Shahr ad-Dausi. Beliau masuk Islam pada awal tahun ke tujuh setelah hijrahnya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pada tahun terjadinya perang Khaibar.
Al-Imam adz-Dzahabi berkata, " Abu Hurairah telah membawa dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ilmu yang sangat banyak, sangat bagus dan diberkahi tiada tertandingi." Dan tidak ada seorang pun yang meriwayatkan hadits dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam melebihi dari apa yang dia riwayatkan, oleh kerana dia selalu mendampingi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Hadits yang beliau riwayatkan mencapai sekitar 5374 buah hadits.
Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan darinya (Abu Hurairah) Radhiallaahu anhu bahwa dia berkata, "Sesungguhnya kalian mengatakan, "Sungguh Abu Hurairah telah mendapatkan hadits yang amat banyak dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, dan kalian juga mengatakan, "Apa yang dilakukan oleh kaum Muhajirin dan Anshar sehingga tidak memperoleh hadits sebanyak yang diperoleh Abu Hurairah?
Sesungguhnya saudara-saudaraku dari kaum Muhajirin sibuk dengan jual beli di pasar sedangkan aku mendampingi Rasulullah sepanjang hari, maka aku hadir tatkala mereka pergi dan aku hafal tatkala mereka lupa. Sedangkan saudara-saudaraku dari kaum Anshar sibuk mengurus harta mereka, sementara aku merupakan salah seorang dari orang-orang miskin ash-Shuffah. Aku memahami pada saat mereka terlupa, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pernah berkata dalam sebuah sabda yang beliau sampaikan, "Sungguh tidak seorang pun yang membentangkan pakaiannya sehingga aku menyelesaikan keseluruhan ucapanku ini, kemudian ia mendekap pakaiannya itu kecuali dia akan faham terhadap apa yang aku ucapkan." Maka aku (Abu Hurairah) membentangkan selimut yang kupakai sehingga ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam selesai dari pembicaraan nya aku mendekap selimut itu ke dadaku. Maka aku pun tidak pernah lupa terhadap sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam tersebut sedikit pun."
Penjelasan Matan Hadits
§ Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam , "Sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman," menunjukkan bahwa hadits ini merupakan hadits qudsi (firman Allah dengan perantaraan dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ).
§ "Barang siapa memusuhi wali-Ku," dalam riwayat lain barangsiapa yang menyakiti , dan dalam riwayat lain lagi barang siapa yang menghina. Wali berasal dari kata muwalah arti aslinya adalah kedekatan sedang mu'aadah (memusuhi) arti aslinya adalah jauh. Yang dimaksudkan wali di sini adalah orang yang sangat dekat dengan Allah, senantiasa menjalankan ketaatan dan menjauhi segala maksiat.
§ "Maka Aku maklumkan perang terhadapnya," yaitu Aku umumkan bahwa Aku memeranginya sebagai mana dia telah memerangi wali-Ku.
§ "Tidak ada suatu bentuk taqarrub seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai daripada (mengerjakan) apa yang aku wajibkan atasnya." Setelah Allah mnyebutkan bahwa memusuhi wali-Nya sama saja dengan memusuhi Allah maka selanjutnya Dia menyebut kan ciri wali-Nya yang haram dimusuhi dan wajib berwala' (cinta dan setia) kepadanya. Disebutkan bahwa wali Allah adalah orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, dan yang pertama kali dikerjakan adalah menunaikan kewajiban-kewajiban.
§ "Jika Aku mencintainya maka Aku menjadi pendengaran yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia melihat dengannya, tangannya yang dengan tangan itu dia memukul dan kakinya yang dia gunakan untuk berjalan." Maksudnya adalah bahwa barang siapa yang yang sungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan kewajiban kemudian nawafil (amalan sunnah) maka Allah akan mendekatkan orang itu kepada-Nya dan akan mengangkatnya dari derajat iman ke derajat ihsan. Dia beribadah kepada Allah dengan rasa muraqabah (pengawasan) Allah seakan-akan melihat-Nya. Hatinya penuh dengan ma'rifatullah, kecintaan terhadap-Nya, pengagungan kepada-Nya, rasa takut, jinak dan rindu kepada-Nya. Sehingga ma'rifat (mengenal) Allah ini menjadikan dia seperti melihat Allah dengan mata bashirah (mata hati). Maka kalau dia berbicara berdasar petunjuk Allah, kalau mendengar berdasar petunjuk Allah, kalau melihat berdasar petunjuk Allah dan jika memukul berdasarkan dengan petunjuk Allah.
§ "Jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku memberinya"…dan seterusnya. Bahwasanya orang yang dicintai Allah dan didekatkan kepada-Nya dia memiliki kedudukan khusus yang menyebabkan dia selalu diberi oleh Allah apabila meminta, dilindungi Allah jika memohon perlindungan dari sesuatu dan dikabulkan jika berdoa.
Faidah Hadits
§ Seorang hamba hendaknya membiasakan untuk menjalankan ketaatan baik yang wajib maupun yang sunnah serta menjauhi segala maksiat baik kecil maupun besar agar termasuk wali Allah yang Dia cintai dan mereka cinta kepada-Nya, serta cinta kepada orang yang dicintai Allah. Allah permaklumkan untuk memusuhi siapa saja yang memusuhi, menyakiti, membenci dan mengganggu mereka. Allah juga akan melindungi dan menolong wali-wali-Nya dan akan membela mereka.
§ Wajib wala'(setia) kepada wali-wali Allah dan mencintai mereka, serta haram memusuhi mereka. Sebaliknya wajib memusuhi musuh-musuh Allah dan haram berwala' kepada mereka. Allah berfirman, artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS al-Mumtahanah:1) Firman Allah artinya, “Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (QS. 5:56)
§ Hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang bertaqarrub kepada Allah itu ada dua macam:
Pertama:
Orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban, dan ini merupakan tingkatan paling sederhana dari seorang hamba. Umar bin Khaththab berkata, "Amalan yang paling utama adalah melaksana kan apa yang diwajibkan Allah dan menjaga diri (wara') dari yang diharamkan Allah, serta niat yang jujur terhadap apa yang di sisi Allah (ikhlas dalam beramal)
Kedua:
Orang yang bertaqarrub kepada Allah, selain mengerjakan kewajiban, dia juga bersungguh-sungguh melaksanakan nawafil (sunnah-sunnah) dan menahan diri dari makruhat (sesuatu yang dibenci, namun tidak haram). Dan hamba yang demikian inilah yang berhak mendapatkan kecintaan Allah Subhannahu wa Ta'ala.
§ Orang yang telah dicintai Allah maka akan diberi kecintaan, kataatan, kesibukan berdzikir dan beribadah kepada-Nya dan ia merasa betah mengerjakan amalan yang mendekatkan kepada Allah. Maka akhirnya dia menjadi orang yang dekat kepada Allah dan memperolah bagian yang besar dari sisi-Nya. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 5:54)
§ Kecintaan Allah Subhannahu wa Ta'ala adalah tujuan yang amat penting dan bahkan paling penting. Siapa saja yang mendapatkan nya maka telah memperoleh kabaikan dunia dan akhirat. Ini semua akan ternyata, di antaranya dengan cara-cara berikut: -
Melakukan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan Allah Subhannahu wa Ta'ala sebagaimana tersebut di dalam hadits di atas.
Di antara kewajiban yang terpenting adalah bertauhid secara benar, shalat wajib lima waktu, zakat, puasa Ramadhan, haji bagi yang mampu, birul walidain, silatur rahim, berakhlak yang baik, jujur, tawadhu' dan lain-lain.
Menjauhi hal hal yang diharamkan baik berupa dosa besar maupun dosa kecil, dan menjauhi yang makruh semaksima mungkin.
Bertaqarrub dengan nawafil (amalan sunnah) baik shalat, puasa, shadaqah, amar ma'ruf nahi mungkar dan amal kebajikan lainnya, seperti:-
Banyak membaca dan mendengar kan al-Qur'an dengan penghayatan terhadap isinya, menghafal yang mampu dihafal dan terus mengulangi nya. Orang yang sudah sangat cinta kepada al-Qur'an maka baginya tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding kalam (firman) Allah yang dia cintai.
Banyak mengingat Allah dengan hati dan lisan, Allah berfirman, artinya, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (QS. 2:152)
Mencintai para kekasih Allah dan para wali-Nya kerana Allah dan memusuhi musuh-musuh Allah karena Allah.
§ Berdasarkan hadits di atas, maka seluruh cara atau jalan menuju Allah dan meraih cinta-Nya yang tidak pernah disyariatkan melalui lisan Rasul adalah penyataan dusta dan batil. Sebagaimana orang-orang musyrik yang beribadah kepada selain Allah dengan persangkaan bahwa hal itu dapat mendekatkan mereka kepada-Nya. Rujuk(QS.az-Zumar:3) Orang yahudi dan nashara juga menyatakan, "Kami anak-anak Allah dan kekasih-Nya," padahal mereka terus menerus mendustakan para rasul, melanggar larangan Allah serta meninggalkan kewajiban.
§ Setiap muslim berharap agar doanya terkabul, amalnya diterima, permintaannya dipenuhi, dan permohonan perlindungannya dikabul kan. Ini semua merupakan pemberian yang amat besar yang tidak akan didapat kecuali oleh orang yang dekat kepada Allah, mengerjakan kewajiban, nawafil dan sunnah dengan diiringi niat yang ikhlas serta mutaba'ah (mengikuti) Nabi Shalallaahu alaihi wasalam . Wallahu a’lam bish shawab.

Di terjemah dan diringkas dari makalah karya Syaikh Nashir al-Syimali dengan judul “taqarrab yuhibkallah” (Khalif)