Adakah Amalan Khusus di Bulan Rejab?
Jauhnya sebahagian umat Islam dari ajaran agamanya mengakibatkan mereka tak mampu membedakan antara ajaran agama atau bukan. Sesuatu yang merupakan ajaran agama terkadang dipandang bukan ajaran agama. Sebaliknya, sesuatu yang bukan ajaran agama justru dipandang sebagai ajaran agama.
Di sinilah peranan ilmu syar'i sangat penting dan menentukan, sehingga seseorang tak salah dalam mengklasifikasikan suatu persoalan, ushuliyah kah (pokok/prinsip) atau tergolong masalah furu'iyah (cabang) yang di dalamnya terbuka pintu ijtihad dan perbedaan pendapat.
Di sisi lain, ada beberapa persoalan yang secara jelas termasuk yang diada-adakan dalam agama ini yang seharusnya ditinggalkan karena tidak berdasarkan dalil yang jelas dan tegas, tetapi diamalkan oleh sebahagian besar umat Islam
Dalam hal ini ada dua kemungkinan, iaitu:
§ Pertama, kemungkinan mereka melakukan amalan tersebut kerana tidak tahu bahawa hal itu tidak ada contoh dan tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga menganggapnya sebagai ajaran agama.
§ Kedua, mengetahui bahawa hal itu sebagai perbuatan yang tidak ada dasar dan dalilnya, tetapi dengan berbagai dalih dan kebenaran yang dipaksakan, mereka melakukan perbuatan tersebut, sehingga semakin memantapkan orang-orang awam bahawa hal itu merupakan ajaran agama yang harus diamalkan.
Padahal, Allah Ta’ala tidak menerima amalan seseorang, kecuali yang memang merupakan ajaran agama dan dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Baginda bersabda,"Barangsiapa melakukan suatu amalan tidak atas perintahku maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim).
Ajaran Yang Tidak Ada Perintah Dari Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam, Tapi Membudaya Dan Diamalkan Umat.
Di antara persoalan yang termasuk tidak ada contoh dan tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi kebanyakan umat Islam melakukannya adalah memilih bulan Rejab untuk melakukan ibadah-ibadah khusus, misalnya puasa sebulan penuh atau sebagiannya, dan meyakininya memiliki keutamaan yang besar. Atau -dan ini turun temurun sejak nenek moyang- menyelenggarakan peringatan Isra' Mi'raj pada malam 27 Rejab atau malam lain di bulan tersebut.
Biasanya, peringatan Isra' Mi'raj itu diselenggarakan di dalam masjid. Masyarakat yang hadir dalam peringatan tersebut dari berbagai kalangan . Dari orang-orang awam, ulama hingga pegawai kerajaan.
Kerana sangat semarak dan ramainya peringatan Isra' Mi'raj tersebut, kadang-kadang umat Islam yang hadir lupa bahawa mereka sedang berada di rumah Allah Ta’ala. Akhirnya tak terhindarkan lagi bercampurnya kebenaran dan kebatilan dalam masjid tersebut, sehingga masjid itu berubah fungsinya menjadi tempat keramaian dan bersenang-senang/ hiburan.
Masjid-masjid itu boleh dan sah diadakan berbagai pertemuan yang diselenggarakan di dalamnya, jika berupa majlis ta'lim, mengaji kandungan al-Qur'an al-Karim atau halaqah ilmu-ilmu agama, berdzikir kepada Allah ‘azza wajalla, memusyawarahkan perkara-perkara yang bermanfaat bagi umat dan lain-lain yang masih dalam kerangka beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.
Masjid bukan tempat peringatan dan pertemuan yang tujuannya sempit dan terbatas, tanpa memperdulikan apakah hal tersebut diridhai Allah Ta’ala atau dimurkaiNya.
Dan perlu kita ketahui, sesungguhnya acara-acara penyelenggaraan peringatan Isra' Mi'raj tersebut tidaklah pernah diperintahkan dan dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Biasanya orang-orang datang dalam peringatan Isra' Mi'raj tersebut untuk mendengar beberapa hal:
§ Pertama: Pembacaan ayat-ayat suci al-Qur'an dari seorang qari' terkenal dengan suara meliuk-liuk yang boleh diduga agar –(wallahu a'lam)- mendapatkan simpati dan kekaguman dari para pendengarnya.
§ Kedua: Mendengarkan ceramah agama, yang biasanya oleh seorang yang dikenal pandai melucu di selang-seli ceramahnya. Atau oleh orang yang pandai berkomunikasi dengan para pendengarnya. Adapun kriteria kadar keilmuan dan kewara'an sang penceramah merupakan sesuatu yang hampir terlupakan.
Acara-acara di atas menelan biaya yang cukup besar, bahkan ada yang hingga ribuan ringgit. Dan, bila acara tersebut terselenggara dengan baik, peringatan Isra' Mi'raj pun dianggap berjaya.
Orang-orang awam menganggap bawah itulah agama, itulah ajaran Islam. Dan mungkin sebahagian mereka beranggapan, asal telah menyelenggarakan berbagai acara tersebut, bererti mereka telah menunaikan kewajiban agama.
Tidak sedikit mereka yang percaya dengan upacara peringatan-peringatan itu tidak menjaga solatnya, berbalikan dengan semangat mereka menyelenggarakan berbagai macam peringatan tersebut. Bahkan tak jarang di antara mereka ada yang datang ke masjid hanya sekali dalam seminggu kerana harus melaksanakan solat Jumaat.
Ini adalah keawaman umat Islam. Kerana itu kewajiban para ulama pewaris para Nabi menerangkan ajaran Islam kepada umatnya tanpa menyimpangkannya atau menghiasai kebenaran dengan kebatilan, dengan maksud untuk lebih menarik simpati dan mendapatkan banyak pengikut.
Perkara lain yang tidak ada contoh dan tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di bulan Rejab adalah -ini biasanya dilakukan oleh sebahagian wanita muslimah- ziarah kubur pada hari Khamis,minggu pertama dari bulan Rejab. Dalam ziarah tersebut mereka membawa berbagai makanan lazat, buah-buahan segar dan minuman yang serba enak. Berbagai bawaan itu mereka bahagi-bagikan kepada orang-orang yang sedang berkerumun di kuburan. Dan, sebahagiannya membacakan al-Qur'an di beberapa sudut pekuburan. Perbuatan yang mereka anggap baik itu, justeru menjerumuskan mereka pada lumpur dosa.
§ Pertama: Mereka menyiapkan dirinya mendapat laknat Allah Ta’ala, kerana sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan buruk atas para wanita yang berziarah kubur, sebagaimana dalam sabda baginda,"Allah Ta’ala melaknat para wanita yang berziarah kubur, mereka yang membangun masjid-masjid di atasnya, dan meneranginya dengan lampu-lampu." (HR. Abu Daud dan lainnya, Ahmad Syakir berkata, hadits hasan).
§ Kedua: Membahagi-bagikan sedekah di kuburan akan membuat fitnah kepada manusia, sebab mereka akan berebut pergi ke lokasi-lokasi kuburan tempat pembahagian sedekah. Lalu apa pula landasan para wanita tersebut, sehingga harus mengkhususkan membahagi-bagikan sedekah di kuburan? Apakah sedekah hanya diterima jika dibahagi-bagikan di kuburan? Padahal Allah Ta’ala akan menerima setiap sedekah, asalkan dikeluarkan dengan ikhlas, bila-bila masa dan di mana pun sedekah itu dikeluarkan.
§ Ketiga: Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur'an sebagai peringatan bagi orang-orang hidup. Benar bahawa di dalam Al-Qur'an terdapat doa-doa yang berfaedah untuk pembacanya, yang merenungkan dan memahami isinya. Tetapi bukan untuk orang-orang yang telah mati. Apa manfaat pembacaan ayat atau surah yang berisi tentang peringatan akan adzab Allah, kisah-kisah masa lalu, ayat-ayat hukum dalam soal harta waris, talak, nikah, jihad, amar ma'ruf dan nahi mungkar kepada orang yang telah meninggal dunia?
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan orang yang telah meninggal dan memohonkannya ampun kepada Allah Ta’ala. Tetapi beliau tidak membacakan al-Qur'an atas mayit tersebut.
Adapun puasa pada bulan Rejab, dibolehkan selama merupakan kebiasaan orang yang melakukannya. Seperti bagi yang terbiasa melakukan puasa Isnin-Khamis, atau puasa tiga hari pada 13, 14 dan 15 setiap bulan Hijrah.
Hadits-hadits Palsu dan Tidak Shahih Berkenaan Bulan Rejab
Di antara hadits-hadits dha’if (lemah) dan maudhu' (palsu) yang sering dijadikan pegangan untuk amalan-amalan tertentu pada bulan Rajab adalah:
"Rejab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku." Diriwayatkan secara mursal oleh Abu al-Fatah bin Abi al-Fawaris, dalam “Amaliyah” (Hadits dha’if, lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits no. 3094, karya al-Albani).
"Sesungguhnya di Syurga terdapat sungai yang dinamakan sungai Rejab. Airnya lebih putih daripada susu, (rasanya) lebih manis daripada madu. Barangsiapa puasa sehari dari bulan Rejab, maka Allah akan memberinya minum dari sungai tersebut." Diriwayatkan oleh Syairazi dalam Alqab (hadits maudhu', lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits no. 1902, karya al-Albani).
"Barangsiapa puasa tiga hari dalam bulan haram (yakni hari) Khamis, Jumaat dan Sabtu, maka Allah menuliskan untuknya (pahala) ibadah (selama) dua tahun." (Hadits dha’if, lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits no. 5649, karya al-Albani).
"Keutamaan bulan Rejab atas segenap bulan lain seperti keutamaan al-Qur'an atas segenap perkataan (manusia)." Ibnu Hajar berkomentar, hadits ini maudhu'. (Lihat: Kitab “Kasyfu al-Khafa’ 2/110, karya al-Ajaluni).
Mengkhususkan puasa pada bulan Rejab dan Sya'ban, sama sekali tidak berdasarkan pada dalil. Diriwayatkan bahwa Umar radhiallahu ‘anhu memukul orang yang berpuasa pada bulan Rejab. Selanjutnya beliau berkata, “Rejab adalah bulan yang sangat diagung-agungkan oleh orang-orang Jahiliyah.”(Shahih. Lihat: “al-Irwa’, hal. 957, karya al-Albani).
Ibnu Hajar berkata, “Tidak ada satupun hadits shahih tentang keutamaan bulan Rejab, serta mengkhususkan puasa pada hari tertentu di dalamnya, juga tidak qiyamullail pada malam tertentu, yang boleh dijadikan dalil dalam masalah tersebut (Lihat: “Tabyinu al-’Ajab, hal.21, karya Ibnu Hajar).
Dalil Palsu Mereka Berkenaan Bulan Rejab
Adapun hadits-hadits maudhu' yang mereka jadikan dalil amalan mereka memang banyak. Untuk menjelaskan ketidak benaran dalil mereka, asy-Syaukani dalam “al-Fawaid al-Majmu'ah Fi al-Ahadits al-Maudhu-'ah” menyebutkan beberapa dalil mereka di antaranya:
§ "Perbanyaklah istighfar di bulan Rejab, kerana sesungguhnya pada setiap saat daripadanya, Allah Ta’ala memerdekakan beberapa orang dari (adzab) Neraka." (Hadits maudhu').
§ "Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rejab dan melakukan qiyamullail pada suatu malam saja, nescaya Allah Ta’ala akan mengutus padanya pengaman pada hari Kiamat." (Hadits maudhu').
§ "Barangsiapa melakukan qiyamullail semalam dari bulan Rejab dan berpuasa sehari daripadanya, niscaya Allah Ta’ala akan memberinya makan dari buah-buahan Syurga." (Hadits maudhu').
§ "Rejab adalah bulan Allah Ta’ala yang paling baik untuk berpuasa, kerana Dia mengkhususkannya untuk diriNya. Barangsiapa berpuasa sehari daripadanya kerana iman dan mencari ridha Allah subhanahu wata’ala, niscaya ia akan mendapatkan keridhaanNya." (Hadits maudhu').
Dari berbagai huraian di atas, jelaslah bahawa pengkhususan bulan Rejab untuk berbagai amalan dan ibadah tertentu bukanlah tuntunan dan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Cukuplah kita beribadah dan melakukan amalan sesuai dengan petunjuk dan tuntunan baginda.
(Redaksi Buletin an-Nur)
Sumber: Majalah Tauhid - Syaikh Muhammad Ali Abdur Rahim.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment